Kamis, 29 Desember 2011

Inovasi dan Modernisasi

A.     Inovasi
            Kata “innovation” (bahasa Inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan, tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi kata Indonesia yaitu “ínovasi”. inovasi juga dinyatakan sebagai penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menerjemahkan kata dari bahasa Inggris “discovery” dan “invention”.
            Diskoveri (discovery) adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Invensi (invention) adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditemui itu benar-benar sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru. Sedangkan inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun discovery.
            Dari pengertian inovasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dankualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.

B.     Modernisasi
            Pada umumnya kata modern digunakan untuk menunjukkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik, lebih maju dalam arti lebih menyenangkan, lebih meningkatkan kesejahteraan hidup. Modernisasi juga dapat diartikan sebagai proses perubahan  sosial dari masyarakat tradisional (yang belum modern) ke masyarakat yang lebih maju (masyarakat industri yang sudah modern). Masyarakat yang sudah maju (modern) ditandai dengan bidang ekonomi yang telah makmur, bidang politik sudah stabil, dan terpenuhi pelayanan kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
Inkeles mengemukakan bahwa ada 11 aspek yang menjadi tanda (karakteristik) manusia modern, yaiitu:
1.      Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru;
2.      Selalu siap menghadapi perubahan sosial;
3.      Berpandangan yang luas;
4.      Mempunyai dorongan ingin tahu yang kuat;
5.      Manusia modern lebih berorientasi pada masa sekarang dan masa yang akan dating daripada masa yang lampau;
6.      Manusia modern berorientasi dan juga percaya pada perencanaan baik jangka panjang maupun jangka pendek;
7.      Manusia modern lebih percaya pada hasil perhiitungan manusia dan pemikiran manusia daripada takdir atau pembawaan;
8.      Manusia modern menghargai ketrampilan teknik dan juga menggunakannya sebagai dasar pemberian imbalan;
9.      Wawasan pendidikan dan pekerjaan;
10.  Manusia modern menyadari dan menghargai kemuliaan orang lain; dan
11.  Memahami perlunya produksi.
           
            Berdasarkan uraian tersebut, inovasi dan modernisasi meerupakan perubahan sosial, perbedaannya hanya pada penekanan ciri dari perubahan itu. Inovasi menekankan pada ciri adanya sesuatu yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi individu atau masyarakat sedangkan modernisasi menekankan pada adanya proses perubahan dari tradisional ke modern, atau dari yang belum maju ke yang sudah maju. Jadi, dapat disimpulkan bahwa diterimanya suatu inovasi sebagai tanda adanya modernisasi.

Sumber: Buku Inovasi Pendidikan karya Udin Syaefudin Sa'ud

Filsafat Pendidikan Materialisme


Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia, terdiri dari kata philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau penetahuan. Jadi, philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada pengetahuan.
            Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja fillsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran itu sendiri. Di bawah ini kita akan membahas lebih dalam tentang aliran filsafat materialisme.

A.     Sejarah Lahirnya Aliran Filsafat Materialisme
            Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”. Demokritos besrta para pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (yang disebut atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak, seehingga dengan demikian membentuk realitas pada pancaindera kita.
            Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu meta-fisika materialistis, suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemology yang menjungjung tinggi pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru Feuerbach) dengan materialisme. Jadi, menurut Feuerbach, yang ada hanyalah materi, tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan terhadap Tuhan hanyalah merupakan suatu proyeksi dari kegagalan atau ketidakpuasan manusia mencapai cita-cita kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia memikirkan suatu wujud di luar yang dikhayalkan memiliki kesempurnaan, yang merupakan sumber kebahagiaan manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolute. Oleh karena iu, Tuhan hanyalah merupakan hasil khayalan manusia. Tuhan diciptakan oleh manusia itu sendiri, secara maya, padahal wujudnya tidak ada.
            Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya. Aguste Comte sebagai pelopor positivisme berpandangan bahwa “The highest form of knowledge is simple description presumably of sensory phenomena”(Runes, 1963:234). Comte membatasi pengetahuan pada bidang gejala-gejala sala (fenomena). Menurut Comte, terdapat tiga perkembangan berpkir yang dialami manusia, yaitu:
1.      Tingkatkan teologis (pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan prasangka)
2.      Tingkatkan metafisik (pola berpikir abstrak)
3.      Tingkatkan positif (pola berpikir yang mendasarkan pada sains)
            Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman dimana orang tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologi maupun metafisik. Ia tidak lagi melacak awal dan tujuan akhir dari seluruh alam semesta tapi berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan aturan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan kepadanya.
            Jadi, dikatakan positivisme, Karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah berdasarkan fakta-fakt, berdasarkan data-data yang nyata, yaitu yang mereka namakan positif.
            Thomas Hobbes sebagai pengikut empirisme materialistis berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberi kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan (Harun Hadiwijono, 1980).
            Tokoh-tokoh filsafat materialisme adalah:
1.      Anaximenes (585-528 SM)
2.      Anaximandros (610-545 SM)
3.      Thales (625-545 SM)
4.      Demokritos (460-360 SM)
5.      Thomas Hobbes (1588-1679)
6.      Lamettrie (1709-1715)
7.      Feuerbach (1804-1872)
8.      H. Spencer (1820-1903)
9.      Karl Marx (1818-1883)

B.     Konsep Dasar Filsafat Materialisme
            Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau supranatural.
            Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah melihat materi. Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide menentukan materi. Contoh: karena meja atau kursi secara objektif ada, maka orang berpikir tentang meja dan kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja atau kursi sebelum benda yang berbentuk meja dan kursi belum atau tidak ada.
1.      Ciri-ciri filsafat materialisme
  1. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi
  2. Tidak meyakini adanya alam ghaib
  3. Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
  4. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
  5. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlaq
2.      Variasi aliran filsafat materialisme
Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme metafisik.
  1. Filsafat Materialisme Dialektika
Materialisme dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu selalu berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika: hukum saling hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara objektif didalam dunia semesta. Pikiran-pikiran materialisme dialekti inipun dapat kita jumpai dalam kehidupan misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada malam”, “habis gelap timbullah terang”, “patah tumbuh hilang berganti” dsb. Semua pikiran ini menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan kita senantiasa berkembang.
  1. Filsafat Materialisme Metafisik
Materialisme metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau dikotak-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran materialisme metafisik ini misalnya: “sekali maling tetap maling”, memandang orang sudah ditakdirkan, tidak bisa berubah.

C.     Implikasi Aliran Filsafat Materialisme untuk Pendidikan
            Menurut Power (1982), implikasi aliran filsafat pendidikan materialisme, sebagai berikut:
1.      Temanya yaitu manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama.
2.      Tujuan pendidikan merupakan perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
3.      Isi kurikulum pendidikan yang mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
4.      Metode, semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning), operant condisioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetisi.
5.      Kedudukan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk belajar.
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan, guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

Bimbingan dan Konseling


A.       Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan merupakan upaya bantuan kepada anak untuk dapat mengenal pribadi, merencanakan masa depan, dan memecahkan masalah. Bimbingan harus dilakukan oleh ahlinya agar tujuan bimbingan tersebut dapat tercapai dengan optimal. Dalam bimbingan, anak harus memberikan informasi yang sangat detail untuk dapat dibimbing dengan baik.
Sedangkan Shertzer dan Stone (1980) mengemukakan konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.(A. Juntika, 2006:10). Jadi, bimbingan konseling adalah upaya bantuan  kepada anak melalui proses interaksi pribadi dalam suasana yang rahasia dan mampu terbuka dalam memberikan informasi kepada pembimbing untuk dapat memecahkan masalah. Disini yang memecahkan masalah adalah anak itu sendiri dan bukan oleh pembimbingnya, pembimbing hanya memberikan arahan untuk memecahkan masalahnya.

B.        Tujuan Bimbingan
Tujuan diberikannya layanan bimbingan akan adalah agar individu tersebut dapat:
1.         Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupannya pada masa yang datang;
2.         Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin;
3.         Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; dan
4.         Mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja.

C.        Fungsi Bimbingan
Seminimal-minimalnya terdapat empat fungsi dalam bimbingan, yaitu:
1.         Fungsi pemahaman, yaitu fungsi yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan murid.
2.         Fungsi preventif, yaitu bantuan yang diberikan kepada murid bertujuan agar murid terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya.
3.         Fungsi developmental, yaitu pelayanan yang diberikan dengan tujuan dapat membantu murid mengembangkan keseluruhan potensinya dengan terarah dan mantap.
4.         Fungsi kuratif adalah layanan yang membantu murid untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan luar sekolah.

D.      Pendekatan-Pendekatan Bimbingan
Dalam bimbingan terdapat empat pendekatan, yaitu pendekatan krisis, pendekatan remedial, pendekatan preventif, dan pendekatan perkembangan.
1.        Pendekatan Krisis
Pendekatan ini menunggu munculnya suatu masalah dan pembimbing membantu memecahkan masalah tersebut. Pembimbing disini bertindak bila ada krisis pada anak dan lalu mencari solusi agar krisis tersebut dapat teratasi. Bahkan pembimbing memanggil teman dari anak yang mendapatkan masalah agar dapat membantu menyelesaikan masalahnya.
2.        Pendekatan Remedial
Pendekatan ini memfokuskan bantuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang tampak. Tujuan pendekatan ini adalah untuk menghindarkan terjadinya krisis yang akan terjadi.
3.        Pendekatan Preventif
Pendekatan ini mengarah pada antisipasi masalah-masalah umum individu, mencegah jangan sampai masalah tersebut menimpa individu.
4.        Pendekatan Perkembangan
Pendekatan perkembangan merupakan pendekatan yang lebih mutakhir dan lebih proaktif. Pendekatan ini menekankan pada pengembangan potensi dan kekuatan yang ada pada individu secara optimal.

E.       Azas-Azas Bimbingan
Terdapat beberapa azas pada bimbingan, yaitu:
1.         Rahasia, yaitu pembimbing merahasiakan data-data klien dari semua orang.
2.         Sukarela, yaitu anak dengan sukarela mengikuti kegiatan bimbingan tanpa dipengaruhi oleh siapapun.
3.         Terbuka, artinya anak dengan mau terbuka mengungkapkan permasalahan yang terdapat dalam dirinya kepada pembimbing.
4.         Kegiatan, artinya murid secara aktif berpartisipasi mengikuti kegiatan bimbingan.
5.         Mandiri, yaitu pembimbing mengembangkan kemandirian kliennya dengan cara mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya.
6.         Terkini, yaitu data-data yang diterima pembimbing yang sedang sekarang terjadi.
7.         Dinamis, artinya layanan yang diberikan kepada klien tidak monoton, selalu bergerak maju, serta terus berkembang maju sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya.
8.         Terpadu, artinya kegiatan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru maupun pihak lain saling menunjang, harmonis, dan terpadu.
9.         Hamonis, artinya kegiatan BK harus didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada.
10.     Ahli, layanan BK diselenggarakan oleh para pelaksana BK dengan tenaga yang benar-benar ahli dan bidang BK.
11.     Alih tangan kasus, artinya jika pihak-pihak yang tidak dapat menyelenggarakan layanan secara tepat dan tuntas atas permasalahan klien mengalihtangankan permasalahannya kepada pihak yang lebih ahli.
12.     Tut Wuri Handayani, yaitu pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi, mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada murid untuk maju.

F.        Jenis Layanan Bimbingan
1.         Layanan Dasar Bimbingan
Layanan dasar bimbingan adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh peserta didik mengembangkan perilaku efektif dan keterampilan-keterampilan hidupnya yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan peserta didik.
2.         Layanan Responsif
Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini.
3.         Layanan Perencanaan Individual
Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu seluruh peserta didik membuat dan mengimplementasikannya rencana-rencana pendidikan, karir, dan sosial pribadinya. Tujuan utamanya adalah membantu peserta didik memantau dan memahami pertumbuhan dan perkembangannya sendiri, kemudian merencanakan dan mengimplementasikan rencana-rencananya itu atas dasar hasil pemantauan dan pemahamannya itu.



DAFTAR PUSTAKA


Juntika Nurihsan, Achmad. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.
Juntika Nurihsan, Achmad. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Setiawati dan Ni’mah Chudari, Ima. (2007). Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI Press.